http://youtu.be/bzsekJpSIOQ
Tuesday, 30 October 2012
Thursday, 16 August 2012
SEJARAH CIREBON
Awal mula kota Cirebon adalah pada abad ke 14 di pantai utara Jawa Barat ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.
Kemudian Ki Gendeng Alang-alang mendirikan sebuah pemukiman di lemah wungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km, ke arah Selatan dari Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari daerah-daer5ah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian menjadi Cirebon hingga sekarang.
Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki Gede Alang-alang sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon. Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali Cipamali di sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan, pengunungan Kromong di sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah Utara.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi dari Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada Raja di ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah merasa kuat meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala tentara, tetapi Cakrabumi berhasil mempertahankannya.
Kemudian Cakrabumi memproklamasikan kemerdekaannya dan mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana. Karena Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah menandai mulainya kerajaan kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada hubungan dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati menjadi besar, karena bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman, menjual hasil setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.
Pangeran Cakra Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar Tahun 1430 M, yang letaknya sekarang di dalam Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon.
Tunggu cerita selanjutnya. . . .
Sumber : Sejarah Cirebon
Sumber : Sejarah Cirebon
Tuesday, 7 August 2012
NEGARA PEJAJARAN
Pertama-tama
diceritakan perihal perjalanan hidup Pangeran Walangsungsang, hingga datang
kepada cerita Yang Sinuhun Susuhunan Cirebon.
Adapun yang dibuka oleh cerita ini adalah menceritakan suatu praja di Pejajaran Ratu Agung di Tanah Sunda yang bernama Sri Sang Ratu Dewata Wisesa, mashur disebut Sri Mahaprabu Siliwangi. Beristri tiga orang, ialah Ambetkasih, Aci Bedaya dan permaisuri Ratu Subanglarang. Sang Prabu berputra empat puluh orang.
Sang Prabu bersabda, “Hai anakku Walangsungsang, aku lihat engkau bermuram durja, semuanya prihatin tidak sama dengan sesama yang berkumpul duduk. Apa yang jadi kesedihan engkau, bukankah engkau calon Prabu Anom memangku negara? Atau putri yang engkau inginkan, beri tahu saja mana yang engkau sukai, jangan engkau bersedih hati, tidak baik bagi pribawa semua kraton”.
Sang putra menjawab dengan kidmat sambil menundukkan kepala dan mengeluarkan air mata, “Duhai Gusti, murka dalem yang hamba mohon, karena tadi malam hamba mimpi bertemu dengan seorang lelaki yang elok dan agung memberi wejangan agama Islam sarengat Jeng Nabi Muhammad yang ajdi Utusan Yang Widi, namun menyesal sekali belum tuntas hamba sudah terjaga. Sekarang hamba rindu sekali kepada agama Islam, mengingat tidak adanya guru untuk meneruskan pelajaran agama Islam itu”.
Sang Prabu berkata sambil senyum. “Walangsungsang, engkau orang muda jangan terlanjur, engkau kena sihir, kena bius Muhammad yang mengaku anutan, yang jadi duatnya Widi, sungguh dusta seenak nafsunya, karena sesungguhnya anutan itu adalah Yuang Brahma Yuang Wisnu itu sesungguhnya agama Dewa yang mulia. Yang Jagat Nata Pangerannya orang Setriloka. Sejak dahulu hingga sekarang para leluhur tidak menghendaki dirubah”.
Walangsungsang menjawab sambil menyembah, “Duhai Gusti mohon ampunan dalem, pengertian, kebijaksanaan dan pemaafan dalem yang hamba mohonkan, karena hamba lebih condong/suka sarengat Jeng Nabi Muhammad dan sesungguhnya Ilahi yang wajib disembah itu melainkan Allah yang tiada sekutu sesama yang baharu (makhluk)”.
Sang Prabu murka, karena sang putra tidak patuh, bertentangan dengan agamanya. Sang putra dimarahi diusir keluar dari praja Pejajaran.
Walangsungsang menjadi suka hati, segera pamit, menghindar dari hadapan Sang Prabu, keluar sudah dari Istana, terus berjalan masuk hutan keluar hutan naik gunung turun gunung menuju kearah timur, Ratu Mas Rarasantang sedang rindu kepada kakaknya, ialah Walangsungsang, menangis siang malam selama empat hari akhirnya Rarasantang mimpi bertemu dengan seorang lelaki pula yang berupa satria lagi berbau harum memberi pelajaran agama Islam, menyuruh berguru sarengat Jeng Nabi Muhammad dan diramal kelak mempunyai suami Ratu Islam dan akan mempunyai anak lelaki yang punjul. Rarasantang segera terbagun, ingat kepada impiannya lalu keluar dari keraton, menyusul kakaknya, Walangsungsang, Terus berjalan.
Diceritakan di dalam kraton geger busekan/panik, karena sang putri menghilang melolos tanpa bekas. Jeng Ratu Subanglarang sangat olehnya menangis menyungkemi Sang Prabu karena kedua putranya hilang. Sang Prabu kaget sekali, segera memanggil menghadap seluruh para putra Sentara, Patih, Bupati, para wadyabala dikumpulkan. Sang Prabu berkata, “Hai Patih Argatala, Dipati Siput, sekarang carilah putriku, Dewi Rarasantang hilang dari kraton dan Walangsungsang disuruh pulang. Sungguh jangan tidak teriring keduanya”.
Patih Argatala menjawab sandika. Ia segera keluar dari kraton mengumumkan kepada seluruh wadyabala di Pejajaran geger panik lalu menyebar ke berbagai penjuru, Patih Argatala mencarinya dengan berlaku bertapa menuruti perjalanan pendeta. Dipati Siput mencarinya memasuki hutan menuruti perjalanan hewan. Para putra pada bertapa atau berlaku sebagai dukun, sebagaimana membangun kerajaan. Para wadyabala bubar ke masing-masing tujuannya, mereka takut, tidak berani pulang sebelum mendapat karya.
Adapun yang dibuka oleh cerita ini adalah menceritakan suatu praja di Pejajaran Ratu Agung di Tanah Sunda yang bernama Sri Sang Ratu Dewata Wisesa, mashur disebut Sri Mahaprabu Siliwangi. Beristri tiga orang, ialah Ambetkasih, Aci Bedaya dan permaisuri Ratu Subanglarang. Sang Prabu berputra empat puluh orang.
Sang Prabu bersabda, “Hai anakku Walangsungsang, aku lihat engkau bermuram durja, semuanya prihatin tidak sama dengan sesama yang berkumpul duduk. Apa yang jadi kesedihan engkau, bukankah engkau calon Prabu Anom memangku negara? Atau putri yang engkau inginkan, beri tahu saja mana yang engkau sukai, jangan engkau bersedih hati, tidak baik bagi pribawa semua kraton”.
Sang putra menjawab dengan kidmat sambil menundukkan kepala dan mengeluarkan air mata, “Duhai Gusti, murka dalem yang hamba mohon, karena tadi malam hamba mimpi bertemu dengan seorang lelaki yang elok dan agung memberi wejangan agama Islam sarengat Jeng Nabi Muhammad yang ajdi Utusan Yang Widi, namun menyesal sekali belum tuntas hamba sudah terjaga. Sekarang hamba rindu sekali kepada agama Islam, mengingat tidak adanya guru untuk meneruskan pelajaran agama Islam itu”.
Sang Prabu berkata sambil senyum. “Walangsungsang, engkau orang muda jangan terlanjur, engkau kena sihir, kena bius Muhammad yang mengaku anutan, yang jadi duatnya Widi, sungguh dusta seenak nafsunya, karena sesungguhnya anutan itu adalah Yuang Brahma Yuang Wisnu itu sesungguhnya agama Dewa yang mulia. Yang Jagat Nata Pangerannya orang Setriloka. Sejak dahulu hingga sekarang para leluhur tidak menghendaki dirubah”.
Walangsungsang menjawab sambil menyembah, “Duhai Gusti mohon ampunan dalem, pengertian, kebijaksanaan dan pemaafan dalem yang hamba mohonkan, karena hamba lebih condong/suka sarengat Jeng Nabi Muhammad dan sesungguhnya Ilahi yang wajib disembah itu melainkan Allah yang tiada sekutu sesama yang baharu (makhluk)”.
Sang Prabu murka, karena sang putra tidak patuh, bertentangan dengan agamanya. Sang putra dimarahi diusir keluar dari praja Pejajaran.
Walangsungsang menjadi suka hati, segera pamit, menghindar dari hadapan Sang Prabu, keluar sudah dari Istana, terus berjalan masuk hutan keluar hutan naik gunung turun gunung menuju kearah timur, Ratu Mas Rarasantang sedang rindu kepada kakaknya, ialah Walangsungsang, menangis siang malam selama empat hari akhirnya Rarasantang mimpi bertemu dengan seorang lelaki pula yang berupa satria lagi berbau harum memberi pelajaran agama Islam, menyuruh berguru sarengat Jeng Nabi Muhammad dan diramal kelak mempunyai suami Ratu Islam dan akan mempunyai anak lelaki yang punjul. Rarasantang segera terbagun, ingat kepada impiannya lalu keluar dari keraton, menyusul kakaknya, Walangsungsang, Terus berjalan.
Diceritakan di dalam kraton geger busekan/panik, karena sang putri menghilang melolos tanpa bekas. Jeng Ratu Subanglarang sangat olehnya menangis menyungkemi Sang Prabu karena kedua putranya hilang. Sang Prabu kaget sekali, segera memanggil menghadap seluruh para putra Sentara, Patih, Bupati, para wadyabala dikumpulkan. Sang Prabu berkata, “Hai Patih Argatala, Dipati Siput, sekarang carilah putriku, Dewi Rarasantang hilang dari kraton dan Walangsungsang disuruh pulang. Sungguh jangan tidak teriring keduanya”.
Patih Argatala menjawab sandika. Ia segera keluar dari kraton mengumumkan kepada seluruh wadyabala di Pejajaran geger panik lalu menyebar ke berbagai penjuru, Patih Argatala mencarinya dengan berlaku bertapa menuruti perjalanan pendeta. Dipati Siput mencarinya memasuki hutan menuruti perjalanan hewan. Para putra pada bertapa atau berlaku sebagai dukun, sebagaimana membangun kerajaan. Para wadyabala bubar ke masing-masing tujuannya, mereka takut, tidak berani pulang sebelum mendapat karya.
Subscribe to:
Posts (Atom)